Riau Redaksi – Kontroversi Pemimpinan di ANRI: Djoko Utomo Tuding Pelanggaran Aturan dan Mendorong Kepemimpinan yang Kompeten di Bidangnya
JAKARTA– Arsip Nasional RI (ANRI) kini tengah menjadi sorotan publik akibat polemik status kepemimpinan kepala lembaga. Diketahui, masa jabatan Imam Gunarto sebagai Kepala ANRI sudah habis pada 1 Agustus 2023 lalu. Kalangan internal berharap ada regenerasi kepemimpinan yang baru, namun itu tidak terjadi karena yang bersangkutan ditunjuk sebagai pelaksana harian (Plh) Kepala ANRI. Keputusan itu berdasar hanya pada Surat Tugas No. 20/S.KP.05.01/2023 dari MenPANRB.
MenPANRB dinilai kurang cakap dalam menerbitkan surat keputusan tersebut. Dalam organisasi birokrasi, sudah ada sistem pergantian kepemimpinan sehingga tidak memungkinkan terjadinya kekosongan pimpinan. Enam bulan sebelum masa jabatan selesai, seorang kepala lembaga sudah harus mengusulkan kepada MenPANRB tentang dibentuknya panitia seleksi pemilihan kepala lembaga. Di ANRI, ini tidak dilakukan hingga batas waktu masa jabatan kepala selesai.
Harapan kemudian adalah ANRI dipimpin seorang pelaksana tugas (Plt) Kepala ANRI, namun ini tidak dilakukan oleh MenPANRB. Padahal masih ada pejabat eselon I di ANRI. MenPANRB justru menunjuk Imam Gunarto menjadi Plh Kepala ANRI. Ini pun kembali menyisakan keheranan karena yang bersangkutan kini berstatus fungsional analis kebijakan, bukan arsiparis. Sehingga tidak linier dengan jabatan dan fungsi kelembagaan.
Djoko Utomo, Kepala ANRI (2004-2009) angkat bicara soal ini. Ia menyarankan MenPANRB harusnya mencari orang baru untuk menduduki jabatan sebagai Kepala ANRI. Bukan pelaksana harian seperti saat ini.
“Jangankan etika (birokrasi), dari petaturan saja sudah menyimpang. Plh (pelaksana harian) mungkin hanya beberapa hari. Kalau sekarang tanggal 17 (Agustus), dari sudut peraturan sudah salah. Yang kedua dari etika. Kaya ga ada orang,” ungkapnya.
Djoko Utomo lantas pernah mendapatkan informasi kalau kegiatan Hari Kearsipan yang digelar ANRI dipusatkan di Banyuwangi, Jawa Timur. Banyuwangi merupakan kabupaten yang pernah dipimpin Abdullah Azwar Anas yang kini menjadi MenPANRB.
Banyak pihak mempertanyakan apabila Tjahjo Kumolo (MenpanRB sebelumnya) masih hidup, apakah peringatan Hari Kearsipan tahun 2023 akan diadakan di Banyuwangi?
Menurut dia, ANRI saat ini harus dipimpin oleh orang-orang yang kompeten dan kapabel di bidangnya. Harapannya, kebijakan-kebijakan strategis yang diambil tidak sampai menyalahi aturan atau perundang-undangan yang berlaku. “Sebenarnya banyak orang yang mampu dan kompeten di bidang kearsipan,” tegas Djoko Utomo.
Kini publik kearsipan berharap Presiden dapat mengambil keputusan terkait kekosongan kepemimpinan di ANRI demi memastikan reformasi birokrasi tidak dicederai oleh kekeliruan luar biasa dan kasat mata seperti yang terjadi di ANRI.
Seperti diketahui, keberadaan arsip bagi sebuah negara dinilai sangat vital, karena fungsinya sebagai memori kolektif bangsa, negara dan juga kemaslahatan masyarakat. Selain itu, perjalanan sejarah bangsa dari masa ke masa akan tergambar secara jelas melalui arsip tersebut.
Oleh karenanya, dibutuhkan sosok yang betul-betul mengerti dan menguasai tentang kearsipan pada lembaga seperti Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Jangan sampai, sosok yang memimpin ANRI tak kompeten di bidang kearsipan.
Jika itu terjadi, pasti akan mendapatkan banyak kritik dari orang-orang yang ahli di bidang kearsipan. Contoh yang terjadi saat ini, Kepala ANRI periode 2004-2009 Djoko Utomo harus mencurahkan tenaga untuk berkirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo.
Surat tersebut disampaikan pada tanggal 12 Desember 2022 yang berisi tentang pembangunan Arsip Presiden Sukarno di bekas tempat simpan arsip kolonial Belanda sangat merendahkan harkat dan martabat Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Sebagai pengagum berat Bung Karno, Djoko Utomo menilai bahwa pembangunan Arsip Presiden Sukarno oleh Kepala ANRI saat ini, Imam Gunarto, di bekas depot atau tempat simpan arsip kolonial Belanda yang sangat sempit, bisa menurunkan derajad presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Bangunan Arsip Presiden Sukarno tersebut terletak di bagian belakang Jalan Gajah Mada 111 Jakarta Barat, berukuran sekitar 30×10 meter dan terdiri dari lima lantai. Setiap lantai terdapat dua toilet, kecuali lantai 1 atau lantai dasar, terdapat tiga toilet, sehingga jumlah toilet seluruhnya ada 11. Sebelas toilet ini bukan saja terlalu banyak, tetapi pembuatan toilet di tempat arsip dan tempat eksibisi (pameran) arsip di seluruh dunia tidak diperkenankan.
Lantaran bentuk bangunan disebut tidak layak sebagai Arsip Presiden. Dia menyarankan, Gedung Arsip Presiden Sukarno bisa dibangun di tempat lain yang lebih pantas dan layak.
Bahkan, dia menilai bangunan Arsip Presiden itu disebut sebagai yang terkecil dan terjelek di dunia, apabila dibandingkan dengan bangunan Arsip Presiden di negara lain. Ia pun membandingkan dengan Arsip Presiden yang ada di Amerika Serikat, Korea Selatan hingga Malaysia yang bangunannya sangat baik.
Selain itu, bangunan Arsip Presiden garapan ANRI saat ini, masih kalah jauh dengan Persada Soekarno di Blitar, Memorial Jenderal Besar H.M Soeharto di Kemusuk Yogyakarta, Museum Kepresidenan RI di Balai Kirti Kawasan Istana Bogor hingga Museum & Galeri SBY-Ani di Pacitan, yang semuanya ditangani oleh orang profesional dan arsitek ternama.
“Siapa arsitek yang mendesain Arsip Kepresidenan ini tidak jelas. Banyak pihak yang mengatakan bahwa arsiteknya tanpa nama,” ujar Djoko Utomo yang merupakan lulusan University College London, Inggris (MA, Overseas Archive Studies, 1989).
Pembangunan Arsip Presiden Sukarno oleh Imam Gunarto ini merupakan kelanjutan atau perubahan dari pembangunan Arsip Kepresidenan (Arsip untuk semua Presiden) yang telah diresmikan Mustari Irawan, Kepala ANRI 2013-2019 pada tanggal 30 Januari 2019, yang diteruskan Plt Kepala ANRI, M Taufik.
Pembangunan Arsip Kepresidenan dilakukan Mustari Irawan dan puluhan staf ANRI setelah berkunjung ke Presidential Archives, Korea Selatan yang terletak di Sejong City, sekitar 130 km dari Seoul.
Meski sudah melakukan studi banding, namun pembangunan Arsip Kepresidenan Indonesia, sama sekali tidak mengacu pada Presidential Archives di Korea Selatan yang dijadikan studi banding. ***
*****
Lihat: : Sumber Berita
RIAU REDAKSI
# Portal Berita Pekanbaru # Portal Berita Riau # Berita Pekanbaru # Berita Riau