BERITA RIAU-Portal Berita Riau: Pekanbaru, Walikota Pekanbaru: Siswi harus menutup aurat saat sekolah dan seragam disesuaikan dengan budaya melayu. Walikota Pekanbaru Firdaus menyampaikan bahwa siswi harus menutup aurat saat ke sekolah, sedangkan non muslim berpakaian sopan.
Hal ini disampaikan Walikoat Pekanbaru Firdaus setelah adanya 3 SKB Menteri tentang seragam sekolah dan melalui SKP 3 Menteri itu, pemerintah resmi tak memperbolehkan pemerintah daerah dan sekolah negeri mewajibkan atau melarang muridnya mengenakan seragam beratribut agama.
Aturan tersebut tercantum dalam Surat Keputusan Bersama atau SKB 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
Menanggapi SKB tersebut, Walikota Pekanbaru Firdaus menilai kebijakan di tiap daerah berbeda.
Ia mengatakan bahwa di kota ini tidak ada aturan khusus mengatur seragam peserta didik merujuk pada satu agama.
Firdaus menyebut bahwa masyarakat Kota Pekanbaru adalah masyarakat madani yang penuh toleransi.
Mereka menghormati keberagaman agama yang ada.
“Maka kita harus bedakan, mana agama. Mana yang budaya,” paparnya kepada Tribunpekanbaru.com, Kamis (4/2/2021).
Menurutnya, cara berpakaian ke sekolah itu merujuk ke budaya.
Ia menyebut tidak bisa memaksakan agama.
“Seragam sekolah saat ini lebih mengedepankan pakaian yang sopan.
Tidak bisa paksakan pakaian satu agama bagi peserta didik,” ujarnya.
Firdaus menyebut bahwa dalam Islam peserta didik harus menjaga aurat dalam berpakaian.
Mereka yang non muslim bisa mengenakan seragam yang sopan.
Peserta didik juga harus rapi.
Mereka bisa mengenakan pakaian sesuai dengan agama.
“Bagi muslim wanita menutup aurat saat sekolah dengan pakaian sopan dan jilbab , sedangkan non muslim tidak bisa kita paksakan.
Kita tidak toleran namanya,” ulasnya.
Firdaus menyebut bahwa secara keseluruhan itu pendapat ya secara pribadi.
Kepala daerah kota atau kabupaten lain bisa punya pendapat berbeda.
Dirinya mengatakan bahwa membangun masyarakat madani yang taat mengikuti ajaran agama.
Mereka yang muslim menutup aurat sesuai ajaran Alquran dan sunnah.
“Mereka bisa berpakaian sesuai keyakinan agamanya, serta berpakaian sesuai dengan budaya timur saat berpakaian,” paparnya.
Firdaus berpesan walau berbeda-beda agama masyarakat di Kota Pekanbaru ada di bingkai Melayu.
Para peserta didik bisa menyesuaikan pakaian seragam dengan budaya Melayu.
“Maka anjuran kita, pakaian seragam bisa menyesuaikan dengan kebudayaan Melayu,” terangnya.
Siswi Non Muslim di Siak Tidak Wajib Pakai Jilbab
Pemkab Siak khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan atau Disdikbud Siak tidak pernah mewajibkan siswi non muslim memakai jilbab ke sekolah.
Termasuk pada hari Jumat saat memakai seragam Melayu, siswi non muslim diperkenankan untuk tidak memakai jilbab.
“Selama ini kita tidak pernah melakukan pemaksaan untuk menggunakan pakaian beratribut keagamaan di sekolah.
Kita hanya ingin membudayakan pakaian yang sopan sesuai standar agama masing-masing dan adat kebudayaan Melayu,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Siak Mahadar kepada TribunPekanbaru.com, Kamis (4/2/2021).
Ia menguraikan, kabupaten Siak cukup heterogen, dihuni oleh banyak etnis dan agama yang beragam.
Mulai etnis lokal, seperti suku Akit di bagian pesisiran, suku Melayu, Chines, Jawa, Batak, Minang dan lain-lain.
Banyak sekolah yang siswanya terdiri dari etnis tersebut dengan agama yang beragam pula, seperti Islam, Kristen, khatolik, Budha, Konghucu dan Hindu.
Bahkan dari data Kemenag Siak pada 2019, ada orang yang beragama Bahai tinggal di Kabupaten Siak.
“Karena ini negeri Melayu, tentu pakaiannya berbaju kurung. Namun tidak ada paksaan untuk berjilbab atau berpeci.
Orang tua murid yang kami lihat selama ini juga suka dengan anak-anaknya berpakaian sopan,” kata dia.
Siswi non muslim yang juga mengenakan pakaian Melayu di hari Jumat tidak menggunakan jilbab.
Rata-rata siswi muslimah di Siak sudah menggunakan jilbab, bukan mengikuti aturan sekolah namun mereka menjalankan syariat agamanya.
“Orang tua mereka yang muslim juga mendidik anak-anak mereka menjalankan agamanya dengan menutup auratnya.
Implementasinya terlihat saat siswi muslim tetap menggunakan jilbab ke sekolah, dan itu tidak sekolah yang mewajibkannya,” kata dia.
Terkait pakaian siswa -siswi di sekolah selama ini tidak ada masalah.
Sebenarnya Siak sudah menjalankan sesuai dengan substansi nilai yang termuat di dalam SKB 3 Mentri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik.
“Tentu setiap sekolah ingin mendidik akhlak siswanya dengan membudayakan pakaian yang sopan dan tidak mengundang syahwat.
Inti dari kebijakan masing-masing sekolah selama ini adalah terkait hal tersebut,” kata Mahadar.
Terkait dengan guru dan tenaga kependidikan juga tidak ada paksaan untuk memakai jilbab atau tidak memakai jilbab.
Standar bakunya hanya berpakaian sopan dan mendidik.
“Bagi guru mon muslim juga tidak ada paksaan atau mengharuskan berjilbab. Kita tidak pernah seperti itu,” kata dia.
Namun demikian, Disdikbud Siak akan terus mempelajari SKB 3 Mentri tersebut untuk melahirkan kebijakan berikutnya terkait pakaian peserta didik ini.
Jika ada hal-hal yang salah, Disdikbud Siak bakal memperbaikinya untuk penyempurnaan proses pendidikan di sekolah.
Untuk diketahui, SKB 3 Mentri tersebut ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. (TribunPekanbaru.com/Mayonal putra)
Sumber: Tribunpekanbaru.com
.