Menu

Mode Gelap
Menkes Ingatkan Hal Ini Terkait Indonesia Cabut Status Pandemi Covid-19 Haram Katakan Empat Kalimat Ini ke Anak, Jangan Lakukan ya Ini Asal-usulnya Sepatu Bata, Ternyata Bukan Buatan Asli RI Jadi Tersangka Korupsi, Kabasarnas Henri Alfiandi Miliki Harta Rp 10,9 Miliar hingga Pesawat Terbang Kasus DBD di Riau Meningkat, Diskes Ingatkan Masyarakat Jaga Kebersihan dan 3M
Digital Marketing RWD Indonesia

Berita Terkini · 20 Nov 2023 11:45 WIB ·

Negosiasi Perjanjian Plastik Global Mengalami Hambatan Menjelang KTT Iklim PBB


					Negosiasi Perjanjian Plastik Global Mengalami Hambatan Menjelang KTT Iklim PBB Perbesar

Riau Redaksi – Negosiasi Perjanjian Plastik Global Mengalami Hambatan Menjelang KTT Iklim PBB

 

Negosiasi terbaru untuk mencapai perjanjian plastik sedunia berakhir pada Minggu (19/11) malam tanpa adanya kesepakatan mengenai bagaimana cara perjanjian tersebut harus dilaksanakan dan rasa frustrasi kelompok-kelompok lingkungan atas berbagai penundaan dan minimnya kemajuan yang dibuat.

Para perunding menghabiskan waktu satu minggu di markas besar Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP) di Nairobi untuk tawar-menawar tentang rancangan perjanjian untuk mengatasi peningkatan masalah polusi plastik yang kini ditemukan di mana-mana, mulai dari dasar laut, puncak gunung, hingga darah manusia.

Pertemuan tersebut adalah yang ketiga kalinya sejak 175 negara berjanji pada awal tahun lalu akan mempercepat perundingan, dengan harapan dapat menyelesaikan perjanjian tersebut pada tahun 2024.

Pertemuan di Nairobi itu seharusnya menciptakan kemajuan, dengan penyempurnaan rancangan perjanjian dan memulai diskusi tentang tindakan nyata apa yang harus dilakukan untuk mengatasi polusi dari plastik, yang terbuat dari bahan bakar fosil.

Baca Juga:   Penumpukan Kendaraan Terjadi di Ruas Jalan Sudirman

Akan tetapi, rincian perjanjian itu pada akhirnya tidak pernah benar-benar dibahas, karena sebagian kecil negara produsen minyak – khususnya Iran, Arab Saudi dan Rusia – dituduh melakukan taktik mengulur-ulur waktu seperti yang tampak dalam perundingan-perundingan sebelumnya, untuk menghambat kemajuan.

“Tidak mengherankan, negara-negara tertentu menghalangi kemajuan di setiap periode, dengan menghalangi dan melakukan manuver prosedural,” kata Carroll Muffett dari Pusat Hukum Lingkungan Internasional kepada AFP.

Kurangnya kepemimpinan

Dalam sejumlah pertemuan tertutup, begitu banyak proposal baru yang diajukan sehingga naskah perjanjian itu, bukannya direvisi dan disederhanakan, tetapi malah membengkak dalam seminggu, menurut para pengamat yang mengikuti perundingan itu.

Graham Forbes dari Greenpeace mengatakan, pertemuan itu telah “gagal” mencapai tujuannya dan ia mendesak berbagai negara mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap negara-negara yang tidak beritikad baik dalam negosiasi pada masa depan.

 

Kumpulan sampah plastik tampak menggunung di area pabrik pengolahan limbah di Kota Athi River, Machakos, Kenya, pada 13 November 2023. (Foto: AFP/Tony Karumba)

“Perjanjian yang sukses masih bisa dicapai, namun memerlukan tingkat kepemimpinan dan keberanian dari negara-negara besar dan ambisius yang belum pernah kita lihat sebelumnya,” kata Forbes kepada AFP.

Kemarahan sempat ditujukan kepada UNEP, di mana kelompok aliansi masyarakat sipil GAIA menuduh sang tuan rumah mengawasi sebuah pertemuan “yang tidak disiplin dan berliku-liku” dan membiarkan sekelompok kecil pihak “menyandera” jalannya pertemuan.

Baca Juga:   KONI Riau Beri Ancaman Degradasi untuk Cabang Olahraga yang Tidak Aktif

UNEP sendiri mengatakan bahwa kemajuan “yang substansial” telah dicapai oleh hampir 2.000 delegasi yang hadir.

Dewan Asosiasi Kimia Internasional, kelompok industri utama bagi perusahaan-perusahaan petrokimia dan plastik global, mengatakan bahwa pertemuan tersebut telah memperbaiki sebuah rancangan perjanjian yang “tidak memuaskan” dan perselisihan antar pemerintah merupakan hal yang sangat penting dalam penyusunan perjanjian.

“Kami (kini) memiliki dokumen – rancangan teks – yang lebih inklusif terhadap berbagai gagasan,” kata juru bicara Stewart Harris kepada AFP.

Perundingan plastik itu digelar tepat sebelum digelarnya KTT Iklim PBB di Uni Emirat Arab – negara kaya minyak – pada akhir bulan ini, yang akan didominasi oleh perdebatan mengenai masa depan bahan bakar fosil.

Baca Juga:   Pemerintah Telah Menetapkan Status Tanggap Darurat atas Gempa Sulbar.

Permintaan global terhadap plastik telah menyebabkan tingkat produksi berlipat ganda dalam 20 tahun terakhir pada tingkat saat ini, dan dapat meningkat jadi tiga kali lipat pada 2060 tanpa adanya tindakan, menurut Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Sebanyak 90% plastik tidak didaur ulang, di mana sebagian besarnya dibuang ke alam sekitar atau dibakar secara tidak layak.

Kelompok-kelompok lingkungan telah lama berpendapat bahwa tanpa pembatasan produksi plastik baru, perjanjian apa pun dampaknya akan lemah.

 

*****
Lihat: : Sumber Berita

RIAU REDAKSI
# Portal Berita Pekanbaru # Portal Berita Riau # Berita Pekanbaru # Berita Riau

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Editorial Team

Baca Lainnya

Donald Trump Hadiri Sidang Perdata di New York di Tengah Penyelesaian Hampir Selesai pada Kasusnya

8 Desember 2023 - 14:30 WIB

Kementerian Pemuda dan Olahraga Gelar Pelatihan Kepemimpinan Pemuda dalam Rumah Tangga (PKPRT) untuk Membentuk Generasi Emas 2045

8 Desember 2023 - 14:30 WIB

PUMK PT Timah Tbk Mendorong Pengembangan Usaha Ayam Petelur Niko

8 Desember 2023 - 14:29 WIB

Kasus Hukum Terbaru: Hunter Biden Dikenai Sembilan Dakwaan Pajak dan Satu Dakwaan Senjata Api

8 Desember 2023 - 14:29 WIB

Sentuhan Kemanusiaan: Peluncuran Program Wash LAZnas PHR dan YBM BRILian Membantu 200 Keluarga

8 Desember 2023 - 14:25 WIB

Inggris dan AS Bersatu Tuduh Rusia Terlibat Spionase terhadap Sejumlah Politisi

8 Desember 2023 - 14:24 WIB

Trending di Berita Terkini
Home
Trending
Terkini
Cari
Iklan