BERITA RIAU, PEKANBARU – Pemerintah Provinsi Riau belum berencana menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) di Riau. Meskipun kasus DBD diawal tahun 2019 ini terjadi peningkatan jika dibandingkan tahun lalu. Bahkan sudah menelan dua korban jiwa.
“Untuk KLB belum, karena berapa kabupaten kota kan belum terjadi peningkatan,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau, Mimi Yuliani, Jumat (1/2/2019). “Penetapan status KLB itu kan ada syaratnya, kalau sekarang belum, ada Permenkesnya, kapan suatu provinsi itu dikatakan KLB DBD,” ujarnya.
DBD memang menjadi penyakit yang perlu diwasapadi oleh seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya di pulau Jawa, namun di Riau wabah DBD juga membuat para orang tua semakin cemas.
Berdasarkan data yang Tribun himpun di Dinas Kesehatan Provinsi Riau, hingga 30 Januari 2019 ini tercatat 228 kasus DBD di Riau. Mirisnya, dari jumlah tersebut dua orang anak meninggal dunia akibat terserang penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk aedes aegypti ini.
Mimi mengungkapkan, dua korban meninggal dunia akibat penyakit DBD tersebut ditemukan di Kabupaten dan kota yang berbeda. Yakni satu orang di ditemukan di Dumai dan satu lagi di Indragiri Hulu.
“Sampai tanggal 30 Januari total kasus DBD di Riau 228 kasus. Dua orang meninggal dunia,” katanya.
Penyakit DBD di Riau perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sebab dari data yang tercatat di Dinas Kesehatan Provinsi Riau ternyata terjadi kenaikan kasus jika dibandingkan dengan priode yang sama dengan tahun lalu.
“Kalau dilihat memang tahun ini terjadi peningkatan dibanding Januari tahun 2018 sebanyak 97 kasus,” imbuhnya.
228 kasus DBD di kabupaten dan kota yang tercatat di Dinas Kesehatan hingga 30 Januari 2019 diantaranya adalah, Pekanbaru 14 kasus, Kampar 12 kasus, Rokan Hulu 9 kasus, Pelalawan 9 kasus, Indragiri Hulu 69 kasus, Kuansing 15 kasus, Indragiri Hilir 4 kasus, Bengkalis 41 kasus, Dumai 23 kasus, Siak 24 kasus, Rokan Hilir 5 kasus, dan Kepulauan Meranti 3 kasus.
Sedangkan Januari 2018 terdapat 97 kasus DBD di kabupaten kota, rincianya, Pekanbaru 19 kasus, Kampar 7 kasus, Rokan Hulu 9 kasus, Pelalawan 7 kasus, Indragiri Hulu 0, Kuansing 17 kasus, Indragiri Hilir 5 kasus, Bengkalis 3 kasus, Dumai 18 kasus, Siak 5 kasus, Rokan Hilir 3 kasus, dan Kepulauan Meranti 4 kasus.
Dari 12 Kabupaten dan Kota di Riau, pada tahun ini tercatat ada enam wilayah yang berpotensi terjadi peningkatan kasus DBD. Diantaranya adalah Indragiri Hulu, Pelalawan, Bengkalis, Siak, Rokan Hilir dan Dumai.
“Sedangkan kabupaten kota di luar yang enam kabupaten dan kota itu angkanya cenderung menurunan jika dibanding tahun sebelumnya,” ujarnya.
Agar kasus DBD di Riau tidak terus meningkat pihaknya akan melakukan upaya pencegahan bersama dinas kesehatan yang ada di kabupaten dan kota di Riau. Sejauh ini pihaknya sudah turun ke lapangan, untuk mensosialiasikan gerakan masyarakat hidup bersih dan sehat.
“Kalau ada kasus baru fogging, namun jika belum ada kasus tidak efektif, karena fogging hanya membunuh nyamuk dewasa,” ujarnya.
Sementara saat disinggung apa yang menyebabkan kasus DBD di Riau cenderung mengalami peningkatan, Mimi mengatakan, kasus DBD selain faktor lingkungan tidak bersih, juga dipengaruhi cuaca musim hujan.
“Karena peningkatan kasus DBD ini tidak hanya di Riau saja, tapi seluruh Indonesia juga mengalami hal sama, karena DBD ini penyakit yang salah satunya disebabkan cuaca,” sebutnya.
Pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dini terhadap kasus DBD. Bagi masyarakat demam yang berasal dari kecamatan atau desa yang banyak jumlah kasusnya, maka dicurigai (suspect) DBD sampai hasil labor keluar.
“Masyarakat juga harus meningkatkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk penyebab DBD. Itu dimulai di seluruh tingkatan wilayah kecamatan, desa, RW hingga ke tingkat RT,” ujarnya.
Tak hanya itu, hendaknya masyarakat melaksanakan gerakan masyarakat hidup sehat dengan prilaku hidup bersih dan sehat dengan melakukan 3M, yaitu Membersihkan, Menguras dan Menutup tempat-tempat yang bisa menjadi sarang nyamuk.
“Kami juga berharap setiap rumah hendaknya terdapat satu juru pemantau jentik (Jumantik). Karena kalau lingkungan sudah dibersihkan, namun di dalam rumah masih ada penampung air dispenser tidak dibersihkan, maka ini akan menjadi sarang nyamuk,” pungkasnya.
Sumber : Tribunpekanbaru.com